UNGKAPINVESTIGASI.COM, MAKASSAR – Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Sulawesi Selatan mendesak jajaran pimpinan kepolisian daerah, baik di Sulsel maupun Sulbar, untuk memprioritaskan pengusutan laporan hukum terhadap Rahmat dan sejumlah warga sipil lainnya yang diduga terlibat dalam perampasan, penculikan, dan persekongkolan bersama oknum aparat, sebelum laporan dugaan penipuan dan penggelapan dilayangkan kepada Andi Asri.
Direktur PUKAT Sulsel, Farid Mamma, S.H., M.H., menegaskan bahwa perbuatan yang dilakukan Rahmat dan rekannya justru memiliki unsur pidana yang jauh lebih berat, baik dari segi perbuatan hukum maupun ancaman hukumannya, dibandingkan tuduhan kepada pegawai BUMN, Andi Asri.
“Yang terjadi pada Andi Asri adalah bentuk nyata dari upaya kriminalisasi. Padahal sebelumnya, justru pihak pelapor yang diduga melakukan perampasan mobil tanpa prosedur hukum, bahkan melakukan penculikan karena melakukan penangkapan bersama oknum aparat tanpa laporan polisi dan surat perintah resmi,” ujar Farid Mamma kepada wartawan, Rabu (30/07/2025).
PUKAT Sulsel menilai ada indikasi bahwa pihak pelapor, yang diketahui merupakan vendor pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Makassar dan memiliki kedekatan dengan penguasa di Pemkot Makassar, memanfaatkan akses kekuasaan untuk melindungi diri dari proses hukum, bahkan menggunakan aparat untuk memuluskan penangkapan terhadap Andi Asri di Majene, Sulawesi Barat.
*Ancaman Hukuman Lebih Berat*
Menurut Farid, dugaan perampasan dan penculikan yang dilakukan Rahmat dan beberapa rekannya bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP (pemerasan/perampasan) serta Pasal 328 KUHP (penculikan), yang masing-masing memiliki ancaman pidana hingga 9 tahun penjara. Sementara Pasal 378 KUHP tentang penggelapan yang dituduhkan kepada Andi Asri hanya memiliki ancaman maksimal 4 tahun.
“Ini soal skala dan dampak hukum. Tidak adil jika aparat hanya fokus pada laporan yang ancamannya lebih ringan, sementara perbuatan pidana berat dibiarkan tanpa proses,” tegas Farid.
Ia juga mengungkapkan bahwa pelapor, Rahmat, sempat mendatangi tim kuasa hukum Andi Asri dan meminta agar laporan dugaan penculikan Andi Asri dihentikan. Hal ini memperkuat dugaan bahwa sejak awal terjadi kesepakatan bisnis yang kemudian berubah menjadi konflik personal, bukan murni tindak pidana penggelapan.
*Desakan Proses Hukum Seimbang*
PUKAT Sulsel mendorong Polda Sulsel maupun Polda Sulbar untuk membuka penyelidikan terhadap dugaan persekongkolan aparat dalam penangkapan ilegal tersebut, serta segera memproses laporan kuasa hukum Andi Asri yang sempat ditolak SPKT Polda Sulsel karena alasan locus kejadian berada di luar wilayah.
“Kami tidak ingin hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Saat warga biasa dilaporkan, langsung ditangkap. Tapi saat pelapor diduga melanggar hukum, laporan malah ditolak,” tambah Farid.
PUKAT juga meminta agar Kapolri mengambil alih kasus ini jika ditemukan adanya hambatan koordinasi antar wilayah.
Lebih jauh, PUKAT Sulsel mendesak adanya evaluasi internal terhadap keterlibatan oknum aparat dalam proses penangkapan Andi Asri di Majene yang diduga tidak melalui SOP dan tanpa surat resmi. Jika dibiarkan, praktik semacam ini bisa menjadi preseden buruk dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
“Kami mendukung aparat menegakkan hukum secara profesional. Tapi hukum jangan dijadikan alat menekan warga biasa, apalagi bila pelakunya justru punya kedekatan dengan kekuasaan,” pungkas Farid.
PUKAT menyatakan akan mengawal kasus ini secara berkelanjutan, termasuk mengumpulkan bukti-bukti tambahan dan melaporkan secara resmi ke Kompolnas serta Irwasum Polri, jika dugaan pelanggaran prosedur terbukti.
Sebelumnya Rahmat dan beberapa rekannya meminta Kuasa Hukum Andi Asri agar membatalkan pengusutan kasus yang terjadi di Majene Sulbar. Hal ini disampaikan Rahmat saat menemui kuasa hukum Andi Asri di sebuah kafe di Kota Makassar beberapa waktu yang lalu.
Pertemuan itu dihadiri dan disaksikan beberapa awak media lokal dan jurnalis di Makassar. (*\)